Turn Over Karyawan (Kutu Loncat) dalam Dunia Kerja

Analisis Permasalahan Perencanaan Karir (Career Planning)
Turn Over Karyawan (Kutu Loncat) dalam Dunia Kerja

Faktor Penyebab banyaknya kutu loncat adalah :
1)      Masalah gaji
Hal ini sering menjadi tolok ukur utama dari para karyawan untuk berpindah mencari pekerjaan di perusahaan lain. Dengan berpindah perusahaan, diharapkan dapat meningkatkan gaji mereka. Tetapi, yang menarik di sini, adalah persoalan kenaikan gaji ini, tidak melulu dibarengi dengan kenaikan posisi dari perusahaan yang lama.
2)      Faktor komunikasi yang tersumbat
Hal utama yang membuat karyawan tak betah dan akhirnya meninggalkan pekerjaan  adalah karena miskomunikasi dalam pekerjaan. Di sinilah peran komunikasi bisnis yang efektif bagi perusahaan. Kuncinya, ciptakan kelancaran berkomunikasi dalam perusahaan, sehingga semua karyawan merasakan kebahagiaan.
3)      Pekerjaan tak lagi menantang
Ketika seorang kutu loncat memutuskan bergabung dengan sebuah perusahaan, mungkin ia membayangkan akan memperoleh tantangan kerja yang selama ini ia idam-idamkan. Misalnya perusahaan itu belum punya sistem kerja yang mapan, produknya potensial tapi tidak laku di pasar, dan sebagainya.
Permasalahan-permasalahan ini tentu sangat mengasyikkan bagi mereka Yang kreatif dan suka bekerja keras. Tapi, ketika semua tantangan tadi berangsur-angsur hilang, sistem kerja sudah jalan atau image produk sudah mulai menancapkan di benak pelanggan, maka kesempatan untuk berkreasi pun dirasakan berkurang. Kerja menjadi sesuatu yang tidak lagi menarik dan membosankan. Akhirnya, mereka pun memutuskan pindah.
4)      Rumput tetangga lebih hijau
Maksudnya adalah iming-iming memperoleh penghasilan yang lebih tinggi dibanding penghasilan yang diperoleh saat ini. Meski penghasilan seringkali bukan merupakan faktor utama yang menjadi latar belakang seseorang bekerja, tetapi kenyataannya, uang tetap menjadi alasan menarik untuk memutuskan mencari pekerjaan baru.
5)      Lingkungan kerja tidak nyaman
Alasan lingkungan kerja tidak nyaman lebih banyak dikeluhkan oleh wanita, bahkan konon, wanita lebih rentan terganggu oleh masalah hubungan kerja dibandingkan pekerjaannya sendiri. Ini tentu tidak lepas dari sifat wanita yang lebih afektif (kecenderungan menggunakan perasaan) dibandingkan pria. Dengan kondisi lingkungan kerja yang tidak nyaman, maka karyawan akan sulit meningkatkan kualitas kerjanya, dan cenderung mudah stress dan justru kualitas kerja menurun.
6)      Konflik dengan atasan
Tidak cocok dengan atasan, faktor atasan sangat berperan penting dalam sistem kerja di suatu perusahaan. Banyak karyawan yang lebih tergantung pada perilaku atasan dibanding pada perlakuan perusahaan secara umum terhadap karyawannya. Tentunya ini sangat subyektif, karena atasan yang cocok untuk si A Belum tentu cocok untuk si B, demikian pula sebaliknya.
Biasanya, atasan yang emosional menduduki peringkat pertama kategori atasan yang tidak disukai. Konflik dengan atasan atau ketidaktahanan menghadapi tekanan kerja dari pekerjaan juga dapat menjadi alasan.
7)      Masalah Kepuasan Kerja (Job Satisfaction)
Hal ini terjadi karena karyawan  merasa tidak puas atas sistem karir yang ada di dalam kebijakan perusahaan. Menurutnya bahwa sistem jenjang karir di perusahaan tidak berjalan secara baik, jabatan yang menoton, adanya  penilaian karyawan yang kurang obyektif, pembagian reward yang tidak obyektif, dan ada pula karyawan yang baru bekerja beberapa bulan sudah mendapatkan fasilitas dan jabatan yang strategis yang memunculkan GAP diantara karyawan.
8)      Munculnya perasaan bosan ( Job Stress )
Hal ini sangat berpengaruh pada karyawan, karena saat karyawan merasa bosan dengan pekerjaan yang tetap dan sama setiap harinya, maka kualitas kerja karyawan akan menurun. Dan secara langsung hal ini akan merigikan perusahaan. Hal yang bias dilakukan oleh manajer dalam hal ini adalah melakukan rotasi kerja, dengan hal tersebut diharapkan rasa bosan karyawan akan hilang dan kualitas kerja karyawan di posisi yang baru bias meningkat.
9)      Kurangnya motivasi
Semua orang memerlukan motivasi, karena itu memotivasi karyawan melalui dukungan positif biasanya lebih mudah dibandingkan ketika harus mengkritik atas kesalahan, kelalaian, atau kinerja yang berada di bawah standar. Untuk itu memperlakukan karyawan   dengan  membuat kantornya laksana “taman bermain” akan membuat tiap orang dengan fasilitas yang diberikan selalu merasa nyaman. Jangan sampai karyawan merasakan kantor laksana api yang setiap hari terus menyala dalam bentuk ketegangan, kemarahan dan emosional.
10)  Jenjang Karir
Setiap karyawan yang memutuskan untuk bergabung dalam perusahaan adalah untuk mendapatkan pekerjaan yang sesuai dengan bidang keahliannya. Namun selain itu hal yang diharapkan adalah adanya jenjang karir yang jelas bagi karyawan. Karena dengan ada hal tersebut akan terjadi persaingan kerja antar karyawan yang bias memotivasi dalam bekerja.
Namun permasalahannya adalah tidak semua perusahaan menyediakan atau mengakomodasi adanya jenjang karir. Karena banyak karyawan yang hanya sekedar karyawan kontrak, mereka tidak bisa mengembangkan karir dengan posisi tersebut.
Karyawan memutuskan berhenti disebabkan program pengembangan karir yang kurang menjanjikan. Banyak perusahaan yang tidak memiliki program regenerasi dalam kepemimpinan dan mereka tidak memiliki mapping peta karir yang jelas.
11)  Ada juga orang yang menjadi “kutu loncat” karena tidak ingin terikat oleh perusahaan atau kerap disebut freelancer. Menurut Aziza staf HRD dari sebuah perusahaan teknologi informasi, konsultan di bidang teknologi informasi kerap melakukan ini.

Dari beberapa analisa permasalahan di atas mungkin kita bisa menilai mengapa kita memutuskan keluar maupun berpindah dari tempat kerja kita sekarang.  Hal tersebut merupakan pilihan pribadi karyawan untuk mendapatkan kepuasan dan kenyamanan kerja.  Akan tetapi yang perlu diperhatikan adalah jika anda memutuskan untuk berpindah, maka anda pun harus melihat etika kerja yang terikat di dalam hubungan industrial.  Alangkah baiknya jika kita sebagai karyawan menyelesaikan realisasi kerja secara terhormat.  Solusi tersebut dapat menyebabkan kedua belah pihak tidak ada yang dirugikan.  Relasi bisnis tetap terjaga dengan baik untuk masa yang akan datang.

Di sisi lain jika kita melihat dari sudut pandang manajemen perusahan dengan adanya perilaku turn over maka tentu saja akan berdampak negatif bagi image perusahaan.  Perusahaan harus mengeluarkan budget untuk proses rekrutmen karyawan pengganti.  HRD perusahaan pun harus berbenah.  Melandasi sistem perekrutan yang ditunjang dengan sistem karir yang kuat.  Tentu juga harus dibarengi dengan optmalisasi fungsi human capital dalam implementasi sistem manajemen sumber daya manusia (MSDM).  Oleh karena itu sebagai karyawan, bersikap bijaklah dalam memilih dan menentukan tempat kerja anda selanjutnya.

Jika sudah terlanjur dicap sebagai kutu loncat dan ingin memulai lembaran baru di suatu perusahaan? Brikit ini adalah tipnya :
  1. Jujur   
    Saat melakukan wawancara, ungkapkan secara jujur mengenai alasan kita pindah-pindah tempat kerja. Imbangi dengan kontribusi-kontribusi yang sudah kita berikan pada perusahaan terdahulu.
  2. Tutup MulutJika sudah bekerja di suatu perusahaan baru, jangan pernah menjelek-jelekan perusahaan lama atau membandingkannya dengan perusahaan sekarang
  3. Selalu Positif Ciptakan pribadi yang positif dan gunakan kesempatan baru ini untuk memperluas jaringan kerja dan menambah wawasan!

           





Daftar Pustaka

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.